SHARE
Home > News > Features > Kisah Dibalik Mobil Listrik Indonesia yang Prospektif Namun 'Mogok' Sebelum Bersaing

Kisah Dibalik Mobil Listrik Indonesia yang Prospektif Namun 'Mogok' Sebelum Bersaing

27 June 2021 10:25 WIB Otomotif

Mengutip Orison Swett Marden, "Optimisme adalah pembangun kesuksesan; pesimisme pembunuh prestasi." Begitulah rasa gagal yang dialami sejumlah pencipta mobil listrik Indonesia.

Berawal dari semangat, pengalaman dan kreatifitas menciptakan suatu produk prototipe untuk masa depan, ternyata harus terbenam. Padahal Tesla sedang ramai diperbincangkan dan daya beli mobil listrik mulai 'nyetrum' di berbagai negara.

Bukan melalui tangan besar Elon Musk dengan segala ambisinya, melainkan tangan-tangan terampil anak Nusantara yang merampungkan sebuah cita-cita. Terhalang berbagai syarat dan dianggap gagal tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia, sebab nasib mobil listrik besutan asli Indonesia seperti terombang-ambing tanpa masa depan yang jelas.

Selo dinyatakan tidak lulus uji emisi, namun Malaysia meminangnya. (Foto/Semisena)

“Maafkan saya, bikin kegaduhan impian kosong belaka dengan mobil listrik. Ya sudahlah, jangan mencari kambing hitam lagi.” Tulis Ricky Elson pencipta mobil listrik Selo, pada laman Facebook-nya akhir tahun 2015.

Bukan sembarang orang, Ricky Elson adalah seorang teknokrat termasuk salah satu suksesor potensial mobil listrik Indonesia. Pria berusia 40 tahun ini sempat hidup di Jepang selama 14 tahun dan sudah mengantongi hak paten internasional atas mobil listrik di Jepang.

Hal ini diketahui Dahlan Iskan ketika masih menjabat sebagai menteri BUMN, hingga membujuk Ricky untuk kembali ke Indonesia dan mengembangkan mobil listrik dalam negeri. Pada waktu itu Dahlan Iskan sangat berambisi hingga merogoh kocek pribadi senilai Rp3 Miliar.

Mobil listrik nasional mulai digaungkan ketika tahun 2012 saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini yang mendorong Ricky Elson, Dasep Ahmadi dan Danet Suryatama berperan mengembangkan mobil listrik nasional hingga terciptalah Selo, Tucuxi yang dipamerkan di KTT APEC di Bali pada tahun 2013.

Tidak lama setelah pengembangan, sangat disayangkan mobil listrik nasional mengalami masalah dan harus terhenti karena dianggap tidak lolos uji emisi dan merugikan negara. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya kecelakaan karena sistem pengereman yang dialami oleh Dahlan Iskan pada masa uji coba Tucuxi saat perjalanan dari Solo menuju Surabaya.

Penyebab Kegagalan Mobil Listrik Indonesia

Dalam beberapa kesempatan, Dahlan Iskan menguraikan mengapa proyek potensial garapan anak negeri ini harus mogok ditengah jalan, tidak lain dari birokrasi pemerintah dan perizinannya. Dilansir dari Detik.com Dahlan menjelaskan segala macam kerumitan proses birokrasi perihal uji coba di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan prosesnya pun berbelit-belit.

Bagian dalam mobil listrik Tucuxi saat diuji coba oleh Dahlan Iskan. (Foto/Tempo)

Sehingga hal-hal seperti ini yang menghambat pengembangan serius mobil listrik Indonesia untuk diproduksi secara massal. Selain itu dibutuhkannya sinergi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi hingga Kementerian ESDM.

Ternyata hal ini sulit terwujud padahal Dahlan sudah diberikan mandat oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Presiden Indonesia, namun Kemenhub tidak menerbitkan sertifikat kelayakan untuk mobil listrik Selo dan Gendhis.

Diganjar Hukuman

Dasep Ahmadi adalah seorang pengusaha yang mencoba sekaligus mendukung produksi mobil listrik buatan negeri namun dalam perjalanannya ia tersandung kasus korupsi.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana tujuh tahun serta denda senilai Rp17 Miliar untuk Dasep Ahmadi karena terbukti memperkaya diri yang menyebabkan negara rugi senilai Rp28 Miliar. Akhirnya Dasep mendekam di balik jeruji besi.

Mobil Listrik Ahmadi, yang diciptakan oleh Dasep Ahmadi selain Evina. (Foto/Republika)

Salah satu karya Dasep yang pernah dipamerkan ke publik yaitu Electric Vehicle Indonesia atau Evina, mobil listrik bermuatan 5 orang yang diproduksi PT SAP dibawah komando Dasep.

Kasus yang menjerat Dasep berawal dari permintaan Kementerian BUMN kepada perusahaan BUMN untuk menjadi sponsor pengadaan 16 mobil listrik pada April 2013, tiga BUMN itu adalah PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina yang mengucurkan dana sebesar Rp32 Miliar.

Mobil ini dibuat untuk mendukung kegiatan operasional Konferensi Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada Oktober 2013. Namun mobil yang dipesan kemudian tidak dapat digunakan karena tidak sesuai perjanjian. Mobil listrik besutan Dasep tipe MPV bernama Ahmadi tidak layak jalan karena beberapa bagian tidak berfungsi.

Menurut penyidikan tim Kejaksaan Agung, beberapa komponen mobil listrik tersebut yang tidak sesuai peraturan pemerintah. Seperti kendali rem utama sebesar 620 Newton yang melebihi batas maksimum 500 Newton. Lalu soal hasil uji roda depan yang dinilai melebihi standar.

Kemudian, Kejaksaan menilai mobil listrik buatan Dasep bukan baru, melainkan hasil modifikasi mobil Toyota Alphard yang berbahan bakar premium lalu diubah menjadi bahan bakar listrik.

"Kita melakukan yang terbaik, kalau masih ada kekurangan ya itu wajar. Tapi, kalau ini disebut perbuatan kejahatan, saya tidak terima," ujar Dasep di Pengadilan Tipikor 2016 lalu seperti dikutip Kompas.

Sedikit Titik Cerah

Setelah lima tahun mogok, proyek mobil listrik kembali dilaksanakan Pada 8 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Beleid ini secara resmi memberikan kesempatan produsen lokal untuk merancang dan membangun industri mobil listrik dalam negeri.

Dalam Perpres ini telah diatur sebanyak 37 pasal yang tak cuma aturan soal produksi kendaraan, tetapi juga tentang kepemilikan perorangan atas kendaraan yang bergerak dengan energi listrik. Diharapkan, regulasi ini dapat mendorong industri otomotif dalam negeri bergerak ke arah ramah lingkungan.

Tahun 2020 Toyota meluncurkan mobil listrik Prius PHEV (Plug in Hybrid Electric Vehicles). (Foto/Kompas)

Berbagai pabrik otomotif dunia gencar meluncurkan produk mobil listrik. Di Indonesia, Toyota berencana menyusul Hyundai, yang sejak 2019 memulai pembangunan fasilitas produksi senilai lebih dari Rp20 triliun di Cikarang, Jawa Barat.

Apalagi, anak konglomerasi LG Group yang dilansir dari Tempo berkomitmen menanamkan modal 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp142 triliun untuk membangun pusat produksi baterai litium terintegrasi di Indonesia. Semestinya hal ini menambah gairah para produsen anak negeri.

Tidak Menjadi Solusi

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro mengatakan Perpres 55 2019 ini tidak menambal masalah regulasi dan birokrasi yang menjadi sebab proyek mobil listrik Dahlan Iskan mogok. Karena, rencana yang dijalankan pemerintahan sekarang berbeda dengan yang dilakukan Dahlan.

Mengutip dari Voi.id, Tory, apa yang dilakukan Dahlan Iskan yakni upaya mendukung pengembangan dan riset (R&D) teknologi baru, itu artinya mobil listrik nasional baru bisa disebut buatan anak bangsa.

Mobil listrik Selo dan Gendhis mobil yang memiiki jarak tempuh 300 km dengan pengisian baterai 4 jam. (Foto/Grid.id)

Namun, menurut Tory karena tak diregulasi secara jelas, proyek itu jadi dituduh kriminal. Baik dari segi pendanaan dan penggunaannya semuanya bermasalah.

Kendati demikian, Tory menyambut positif dengan adanya Perpres 55 2019 ini. Sebab menurutnya dengan adanya beleid ini banyak mobil listrik yang sudah bisa dipesan malaupun pabrikannya dari luar.

"Saya bahagia dengan adanya Perpress 55 ini, mulai banyak tipe2 kendaraan EV yang sudah bisa OTR, walaupun itu semua pabrikan luar. Enggak ada pabrikan dalam negeri," kata Tory.


Side.id - Media Kawasan Alam Sutera, BSD dan Gading Serpong

Merupakan media untuk memberikan rekomendasi tempat yang berdasarkan lokasi, rating, dan kategori yang diinginkan. Sudah punya usaha bisnis dan ingin menyampaikan profil bisnis Anda kepada pembaca setia? Daftarkan sekarang! Gratis!
Home > Blog > Features > Kisah Dibalik Mobil Listrik Indonesia yang Prospektif Namun 'Mogok' Sebelum Bersaing

Kisah Dibalik Mobil Listrik Indonesia yang Prospektif Namun 'Mogok' Sebelum Bersaing

27 June 2021 10:25 WIB
Otomotif

Mengutip Orison Swett Marden, "Optimisme adalah pembangun kesuksesan; pesimisme pembunuh prestasi." Begitulah rasa gagal yang dialami sejumlah pencipta mobil listrik Indonesia.

Berawal dari semangat, pengalaman dan kreatifitas menciptakan suatu produk prototipe untuk masa depan, ternyata harus terbenam. Padahal Tesla sedang ramai diperbincangkan dan daya beli mobil listrik mulai 'nyetrum' di berbagai negara.

Bukan melalui tangan besar Elon Musk dengan segala ambisinya, melainkan tangan-tangan terampil anak Nusantara yang merampungkan sebuah cita-cita. Terhalang berbagai syarat dan dianggap gagal tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia, sebab nasib mobil listrik besutan asli Indonesia seperti terombang-ambing tanpa masa depan yang jelas.

Selo dinyatakan tidak lulus uji emisi, namun Malaysia meminangnya. (Foto/Semisena)

“Maafkan saya, bikin kegaduhan impian kosong belaka dengan mobil listrik. Ya sudahlah, jangan mencari kambing hitam lagi.” Tulis Ricky Elson pencipta mobil listrik Selo, pada laman Facebook-nya akhir tahun 2015.

Bukan sembarang orang, Ricky Elson adalah seorang teknokrat termasuk salah satu suksesor potensial mobil listrik Indonesia. Pria berusia 40 tahun ini sempat hidup di Jepang selama 14 tahun dan sudah mengantongi hak paten internasional atas mobil listrik di Jepang.

Hal ini diketahui Dahlan Iskan ketika masih menjabat sebagai menteri BUMN, hingga membujuk Ricky untuk kembali ke Indonesia dan mengembangkan mobil listrik dalam negeri. Pada waktu itu Dahlan Iskan sangat berambisi hingga merogoh kocek pribadi senilai Rp3 Miliar.

Mobil listrik nasional mulai digaungkan ketika tahun 2012 saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini yang mendorong Ricky Elson, Dasep Ahmadi dan Danet Suryatama berperan mengembangkan mobil listrik nasional hingga terciptalah Selo, Tucuxi yang dipamerkan di KTT APEC di Bali pada tahun 2013.

Tidak lama setelah pengembangan, sangat disayangkan mobil listrik nasional mengalami masalah dan harus terhenti karena dianggap tidak lolos uji emisi dan merugikan negara. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya kecelakaan karena sistem pengereman yang dialami oleh Dahlan Iskan pada masa uji coba Tucuxi saat perjalanan dari Solo menuju Surabaya.

Penyebab Kegagalan Mobil Listrik Indonesia

Dalam beberapa kesempatan, Dahlan Iskan menguraikan mengapa proyek potensial garapan anak negeri ini harus mogok ditengah jalan, tidak lain dari birokrasi pemerintah dan perizinannya. Dilansir dari Detik.com Dahlan menjelaskan segala macam kerumitan proses birokrasi perihal uji coba di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan prosesnya pun berbelit-belit.

Bagian dalam mobil listrik Tucuxi saat diuji coba oleh Dahlan Iskan. (Foto/Tempo)

Sehingga hal-hal seperti ini yang menghambat pengembangan serius mobil listrik Indonesia untuk diproduksi secara massal. Selain itu dibutuhkannya sinergi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi hingga Kementerian ESDM.

Ternyata hal ini sulit terwujud padahal Dahlan sudah diberikan mandat oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Presiden Indonesia, namun Kemenhub tidak menerbitkan sertifikat kelayakan untuk mobil listrik Selo dan Gendhis.

Diganjar Hukuman

Dasep Ahmadi adalah seorang pengusaha yang mencoba sekaligus mendukung produksi mobil listrik buatan negeri namun dalam perjalanannya ia tersandung kasus korupsi.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana tujuh tahun serta denda senilai Rp17 Miliar untuk Dasep Ahmadi karena terbukti memperkaya diri yang menyebabkan negara rugi senilai Rp28 Miliar. Akhirnya Dasep mendekam di balik jeruji besi.

Mobil Listrik Ahmadi, yang diciptakan oleh Dasep Ahmadi selain Evina. (Foto/Republika)

Salah satu karya Dasep yang pernah dipamerkan ke publik yaitu Electric Vehicle Indonesia atau Evina, mobil listrik bermuatan 5 orang yang diproduksi PT SAP dibawah komando Dasep.

Kasus yang menjerat Dasep berawal dari permintaan Kementerian BUMN kepada perusahaan BUMN untuk menjadi sponsor pengadaan 16 mobil listrik pada April 2013, tiga BUMN itu adalah PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina yang mengucurkan dana sebesar Rp32 Miliar.

Mobil ini dibuat untuk mendukung kegiatan operasional Konferensi Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada Oktober 2013. Namun mobil yang dipesan kemudian tidak dapat digunakan karena tidak sesuai perjanjian. Mobil listrik besutan Dasep tipe MPV bernama Ahmadi tidak layak jalan karena beberapa bagian tidak berfungsi.

Menurut penyidikan tim Kejaksaan Agung, beberapa komponen mobil listrik tersebut yang tidak sesuai peraturan pemerintah. Seperti kendali rem utama sebesar 620 Newton yang melebihi batas maksimum 500 Newton. Lalu soal hasil uji roda depan yang dinilai melebihi standar.

Kemudian, Kejaksaan menilai mobil listrik buatan Dasep bukan baru, melainkan hasil modifikasi mobil Toyota Alphard yang berbahan bakar premium lalu diubah menjadi bahan bakar listrik.

"Kita melakukan yang terbaik, kalau masih ada kekurangan ya itu wajar. Tapi, kalau ini disebut perbuatan kejahatan, saya tidak terima," ujar Dasep di Pengadilan Tipikor 2016 lalu seperti dikutip Kompas.

Sedikit Titik Cerah

Setelah lima tahun mogok, proyek mobil listrik kembali dilaksanakan Pada 8 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Beleid ini secara resmi memberikan kesempatan produsen lokal untuk merancang dan membangun industri mobil listrik dalam negeri.

Dalam Perpres ini telah diatur sebanyak 37 pasal yang tak cuma aturan soal produksi kendaraan, tetapi juga tentang kepemilikan perorangan atas kendaraan yang bergerak dengan energi listrik. Diharapkan, regulasi ini dapat mendorong industri otomotif dalam negeri bergerak ke arah ramah lingkungan.

Tahun 2020 Toyota meluncurkan mobil listrik Prius PHEV (Plug in Hybrid Electric Vehicles). (Foto/Kompas)

Berbagai pabrik otomotif dunia gencar meluncurkan produk mobil listrik. Di Indonesia, Toyota berencana menyusul Hyundai, yang sejak 2019 memulai pembangunan fasilitas produksi senilai lebih dari Rp20 triliun di Cikarang, Jawa Barat.

Apalagi, anak konglomerasi LG Group yang dilansir dari Tempo berkomitmen menanamkan modal 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp142 triliun untuk membangun pusat produksi baterai litium terintegrasi di Indonesia. Semestinya hal ini menambah gairah para produsen anak negeri.

Tidak Menjadi Solusi

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro mengatakan Perpres 55 2019 ini tidak menambal masalah regulasi dan birokrasi yang menjadi sebab proyek mobil listrik Dahlan Iskan mogok. Karena, rencana yang dijalankan pemerintahan sekarang berbeda dengan yang dilakukan Dahlan.

Mengutip dari Voi.id, Tory, apa yang dilakukan Dahlan Iskan yakni upaya mendukung pengembangan dan riset (R&D) teknologi baru, itu artinya mobil listrik nasional baru bisa disebut buatan anak bangsa.

Mobil listrik Selo dan Gendhis mobil yang memiiki jarak tempuh 300 km dengan pengisian baterai 4 jam. (Foto/Grid.id)

Namun, menurut Tory karena tak diregulasi secara jelas, proyek itu jadi dituduh kriminal. Baik dari segi pendanaan dan penggunaannya semuanya bermasalah.

Kendati demikian, Tory menyambut positif dengan adanya Perpres 55 2019 ini. Sebab menurutnya dengan adanya beleid ini banyak mobil listrik yang sudah bisa dipesan malaupun pabrikannya dari luar.

"Saya bahagia dengan adanya Perpress 55 ini, mulai banyak tipe2 kendaraan EV yang sudah bisa OTR, walaupun itu semua pabrikan luar. Enggak ada pabrikan dalam negeri," kata Tory.

Baru Dibuka

Glory Petshop - Alam Sutera

, Tangerang, Banten, 15143

Buka pukul 09:30 - 21:00 Tutup

Side.id - Media Kawasan Alam Sutera, BSD dan Gading Serpong

Merupakan media untuk memberikan rekomendasi tempat yang berdasarkan lokasi, rating, dan kategori yang diinginkan. Sudah punya usaha bisnis dan ingin menyampaikan profil bisnis Anda kepada pembaca setia? Daftarkan sekarang! Gratis!