Home > News > Entertainment > Menilik Sejarah Denim di Pameran Wall of Fades 2022
Menilik Sejarah Denim di Pameran Wall of Fades 2022
19 November 2022 12:42 WIB Pameran Brand Lokal Fashion EntertainmentSaat mendengar kata denim, mungkin yang akan muncul di benakmu adalah celana panjang berwarna biru dengan fading-nya. Denim sendiri menjadi salah satu outfit yang bisa dipadukan dengan apa saja. Lalu, bagaimana perjalanan sejarah denim dari tahun ke tahun?
Dikutip dari Merahputih.com, pameran denim terbesar di Indonesia, Wall of Fades (WOF), kembali digelar secara offline di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, pada 18-20 November 2022. Kamu bisa membeli berbagai jenis denim dari 50 tenant jenama lokal di sana.
Baca juga: Kolaboraside: PooDenim, Denim Lokal yang Kualitasnya Tak Kalah Bersaing
Selain memamerkan denim dengan fading apik, WOF 2022 juga menjadi tempat belajar untuk mengetahui sejarah denim hingga akhirnya menjadi salah satu item fesyen stylish saat ini. Semuanya tertuang dalam tulisan dan gambar yang ada di dinding dekat pintu masuk.
Sejarah Munculnya Denim di Dunia
Pada akhir abad ke-17, penenun di Nimes, Prancis, secara tidak sengaja membuat denim modern pertama. Mereka menyebut materi baru itu 'serge de Nimes' yang secara harfiah berarti twill from Nimes. Sementara itu, pekerja tekstil di Genoa, Italia, telah memproduksi kain dari wol dan kapas yang diwarnai nila. Istilah 'Jean' adalah istilah singkat untuk Genoa. Jadi, secara teknis, jeans dan denim adalah dua kain yang berbeda.
Di sisi lain, denim selalu dipintal dari benang putih dan nila. Bahan ini digunakan secara eksklusif untuk pakaian kerja bagi para penambang, mekanik, koboi, dan petani. Sebab, para pekerja tersebut membutuhkan material pakaian yang tahan banting.
Pada 1848, di California mengalami fenomena 'Demam Emas'. Fenomena in muncul setelah James W Marshall menemukan emas di daerah Sutter Hill. Berita tentang Demam Emas pun menyebar dan mendorong 300 ribu penduduk bereksodus ke California untuk bersama mencari emas.Pada 1853, seorang imigran Bavaria, Levi Strauss, memprediksi bahwa fenomena Demam Emas akan melahirkan kebutuhan terhadap pakaian penambang yang tangguh.
Saat itu, ia memiliki stok kanvas tenda katun cokelatnya sebagai celana panjang polos, tanpa ikat pinggang, dan tapa saku belakang. Pakaian tersebut dinamakan 'Strauss Overall'.
Hingga akhirnya pada 1862, Strauss pun beralih ke denim dan mewarnainya dengan warna indigo. Pada 1860-an, celana biru Levi Strauss meniadi pakaian sehari-hari bagi para penambang, petani, sertapeternak di Dunia Barat.Banyak kelompok pemuda mengadopsi denim sebagai seragam agar tampil menonjol dari masyarakat.
Hal ini memicu banyak kelompok anak muda untuk menjadikan denim sebagai bagian dari identitas dan simbol gerakan mereka. Gerakan-gerakan itu pun menciptakan banyak subkultur dan gerakan, seperti Hippies, Americana, Runtuhnya Tembok Berlin, dan masih banyak lagi.
Baca juga: UNIQLO Hadirkan Jaket Polyester dari Bahan Daur Ulang Plastik
Perkembangan Denim dari Tahun ke Tahun
Seiring zaman berlalu dan berkembang, begitu juga bagaimana manusia membuat denim dengan cara yang terbaru melalui teknik-teknik modern. Bahan tersebut tidak hanya digunakan menadi jeans saja, bentuk busana lain telah tereksplorasi pada masa modern.
Saat ini, denim kembali pada bentuk aslinya, yakni raw denim. Sejak awal 2000-an, sejumlah merek global jeans, seperti Nudie Jeans, berhasil kembali memopulerkan raw denim ke khalayak luas. Seperti layakya roda, tren denim berputar kembali ke masa awal, yaitu adalah memakai raw denim kembali. Banyak beberapa pemakai masa kini menganut kembali pemakaian jeans seperti pada zaman dahulu, namun diekspresikan dengan gaya yang beraneka ragam.
Saat ini, industri fesyen secara menyeluruh mengarah kepada industri yang lebih sustainable. Hal ini terjadi karena kepedulian konsumen terhadap keberlanjutan lingkungan semakin meningkat.Selain Levi's, beberapa brand lainnya mengikuti arah fesyen yang lebih berkelanjutan, seperti halnya Wrangler juga mulai Levi's juga berinovasi dalam menghadirkan koleksiikonik pemilihan bahan dasar seperti yang 20 persen materialnya terbuat Organic Cotton clan Performance caridenim daur ulang.
Jack &Eco Cool dengan Polyester yang Jones pun meluncurkan kembali jajaran denim low-impact pada memperpanjang pemakalan dari proses manufaktur denim tahun lalu. (AND)
Baca juga: Kumulo Creative Compound BSD, Wadah Bagi Pelaku Industri Kreatif di Tanah Air
Soffi Amira P.
[email protected]
Related Article
Side.id - Media Kawasan Alam Sutera, BSD dan Gading Serpong
Merupakan media untuk memberikan rekomendasi tempat yang berdasarkan lokasi, rating, dan kategori yang diinginkan. Sudah punya usaha bisnis dan ingin menyampaikan profil bisnis Anda kepada pembaca setia? Daftarkan sekarang! Gratis!
Home > Blog > Entertainment > Menilik Sejarah Denim di Pameran Wall of Fades 2022
Menilik Sejarah Denim di Pameran Wall of Fades 2022
19 November 2022 12:42 WIBPameran Brand Lokal Fashion Entertainment
Saat mendengar kata denim, mungkin yang akan muncul di benakmu adalah celana panjang berwarna biru dengan fading-nya. Denim sendiri menjadi salah satu outfit yang bisa dipadukan dengan apa saja. Lalu, bagaimana perjalanan sejarah denim dari tahun ke tahun?
Dikutip dari Merahputih.com, pameran denim terbesar di Indonesia, Wall of Fades (WOF), kembali digelar secara offline di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, pada 18-20 November 2022. Kamu bisa membeli berbagai jenis denim dari 50 tenant jenama lokal di sana.
Baca juga: Kolaboraside: PooDenim, Denim Lokal yang Kualitasnya Tak Kalah Bersaing
Selain memamerkan denim dengan fading apik, WOF 2022 juga menjadi tempat belajar untuk mengetahui sejarah denim hingga akhirnya menjadi salah satu item fesyen stylish saat ini. Semuanya tertuang dalam tulisan dan gambar yang ada di dinding dekat pintu masuk.
Sejarah Munculnya Denim di Dunia
Pada akhir abad ke-17, penenun di Nimes, Prancis, secara tidak sengaja membuat denim modern pertama. Mereka menyebut materi baru itu 'serge de Nimes' yang secara harfiah berarti twill from Nimes. Sementara itu, pekerja tekstil di Genoa, Italia, telah memproduksi kain dari wol dan kapas yang diwarnai nila. Istilah 'Jean' adalah istilah singkat untuk Genoa. Jadi, secara teknis, jeans dan denim adalah dua kain yang berbeda.
Di sisi lain, denim selalu dipintal dari benang putih dan nila. Bahan ini digunakan secara eksklusif untuk pakaian kerja bagi para penambang, mekanik, koboi, dan petani. Sebab, para pekerja tersebut membutuhkan material pakaian yang tahan banting.
Pada 1848, di California mengalami fenomena 'Demam Emas'. Fenomena in muncul setelah James W Marshall menemukan emas di daerah Sutter Hill. Berita tentang Demam Emas pun menyebar dan mendorong 300 ribu penduduk bereksodus ke California untuk bersama mencari emas.Pada 1853, seorang imigran Bavaria, Levi Strauss, memprediksi bahwa fenomena Demam Emas akan melahirkan kebutuhan terhadap pakaian penambang yang tangguh.
Saat itu, ia memiliki stok kanvas tenda katun cokelatnya sebagai celana panjang polos, tanpa ikat pinggang, dan tapa saku belakang. Pakaian tersebut dinamakan 'Strauss Overall'.
Hingga akhirnya pada 1862, Strauss pun beralih ke denim dan mewarnainya dengan warna indigo. Pada 1860-an, celana biru Levi Strauss meniadi pakaian sehari-hari bagi para penambang, petani, sertapeternak di Dunia Barat.Banyak kelompok pemuda mengadopsi denim sebagai seragam agar tampil menonjol dari masyarakat.
Hal ini memicu banyak kelompok anak muda untuk menjadikan denim sebagai bagian dari identitas dan simbol gerakan mereka. Gerakan-gerakan itu pun menciptakan banyak subkultur dan gerakan, seperti Hippies, Americana, Runtuhnya Tembok Berlin, dan masih banyak lagi.
Baca juga: UNIQLO Hadirkan Jaket Polyester dari Bahan Daur Ulang Plastik
Perkembangan Denim dari Tahun ke Tahun
Seiring zaman berlalu dan berkembang, begitu juga bagaimana manusia membuat denim dengan cara yang terbaru melalui teknik-teknik modern. Bahan tersebut tidak hanya digunakan menadi jeans saja, bentuk busana lain telah tereksplorasi pada masa modern.
Saat ini, denim kembali pada bentuk aslinya, yakni raw denim. Sejak awal 2000-an, sejumlah merek global jeans, seperti Nudie Jeans, berhasil kembali memopulerkan raw denim ke khalayak luas. Seperti layakya roda, tren denim berputar kembali ke masa awal, yaitu adalah memakai raw denim kembali. Banyak beberapa pemakai masa kini menganut kembali pemakaian jeans seperti pada zaman dahulu, namun diekspresikan dengan gaya yang beraneka ragam.
Saat ini, industri fesyen secara menyeluruh mengarah kepada industri yang lebih sustainable. Hal ini terjadi karena kepedulian konsumen terhadap keberlanjutan lingkungan semakin meningkat.Selain Levi's, beberapa brand lainnya mengikuti arah fesyen yang lebih berkelanjutan, seperti halnya Wrangler juga mulai Levi's juga berinovasi dalam menghadirkan koleksiikonik pemilihan bahan dasar seperti yang 20 persen materialnya terbuat Organic Cotton clan Performance caridenim daur ulang.
Jack &Eco Cool dengan Polyester yang Jones pun meluncurkan kembali jajaran denim low-impact pada memperpanjang pemakalan dari proses manufaktur denim tahun lalu. (AND)
Baca juga: Kumulo Creative Compound BSD, Wadah Bagi Pelaku Industri Kreatif di Tanah Air